
Anak yang sudah hafal Al-Qur’an itu sebenarnya
telah menggenggam sebongkah emas.
Dia bisa membikin bagian bongkahan emas itu untuk
perhiasan apa saja. Tergantung dari keahlian anak itu sendiri.
DR. K.H Ahsin Sakho Muhammad, MA.
(Penasihat Yayasan Al-Ma'shum Mardiyah)

Kami terus mengembangkan
Al-Ma'shum Mardiyah sebagai lembaga pesantren modern, agar mampu menciptakan generasi yang tidak hanya faham agama, tetapi juga ahli agama dan pengetahuan umum lainnya.
H. Muhammad Hernadi, SE., Ak.
(Ketua Yayasan Al-Ma'shum Mardiyah)

Orang mulia karena keturunan raden, kita rakyat jelata.
Orang mulia karena kaya, kita miskin harta.
Orang mulia karena rupa, kita biasa saja.
Kesemuanya sukar diubah, tetapi Allah maha adil,
kita bisa mulia karena berilmu.
Tuntutlah Itu !
alm. Dr. KH. Umay M.Dja’far Shiddieq, MA
(Ketua Badan Pengurus Periode 1998 - 2018)

Ilustrasi Perbedaan | Canva Premium Picture
almashummardiyah.or.id - 26/04/23 | Khilafiyah dalam bahasa sering diartikan dengan “perbedaan pendapat, pandangan, atau sikap”. Perbedaan pendapat di antara kalangan umat Islam bukan hanya terdapat dalam masalah fiqih saja, tetapi khilafiyah juga melingkupi berbagai macam hal.
Menurut kitab Bidayatul Mujtahid,27 penyebab khilafiyah adalah karena adanya pertentangan antar sumber hukum dari Nabi. Yaitu: (1) pertentangan antara ucapan (al-lafadz) dan perbuatan (alfi’il), atau (2) pertentangan antara ucapan (al-lafadz) dan persetujuan Nabi (al-iqrar), atau (3) pertentangan antara perbuatan (al-fi’il) dan persetujuan (al-iqrar). Sebagaimana telah dimaklumi bahwa sumber hukum yang berasal dari Nabi ada 3 jenis: yaitu: (1) ucapan Nabi (al-lafadz), (2) perbuatan Nabi (al-fi’il), (3) persetujuan Nabi (aliqrar). Itulah sumber-sumber hukum terkait dengan Nabi Muhammad S.A.W.
Bagaimana sikap kita dalam menghadapi khilafiyah?
Menyikapi furu' fiqhiyah atau khilaf mu'tabar ini perlu bijaksana, saling berlapang dada dan tidak kaku serta tidak mencela orang lain yang bersebrangan dengan pendapat dirinya.
Dalam hal apa khilafiyah bisa ditolerir?
Perselisihan yang dapat ditolerir. Yaitu apabila kedua pendapat berdasarkan dalil yang shahih dan diterima pemahamannya secara kaidah kaidah syari'at. Dan tidak ada nash yang sharih dalam masalah tersebut.
Di masa terdahulu sering sekali terjadi khilafiyah di antara para ulama. Bahkan imamnya para ulama seperti ulama empat mazhab yakni Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Asy-Syafi’i dan Imam Ahmad pun sering terjadi perbedaan pendapat dalam memutuskan suatu hukum.
Walaupun mereka memiliki banyak perbedaan pendapat, akan tetapi mereka tetap sepakat untuk saling menghargai, merasa diri bukan yang paling benar, tidak merendahkan yang tidak sependapat dengannya, memberikan ruang bagi orang lain untuk menyanggah hukum fiqh mereka dan yang paling penting adalah sepakat dalam hal akidah dan mentolerir hal-hal furu’ fiqhiyah.
Terdapat hadis yang menjadi peringatan bagi penuntut ilmu agar tidak meremehkan orang lain dan mendebat para ulama:
عَنْ ابْنِ عُمَرَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ طَلَبَ الْعِلْمَ لِيُمَارِيَ بِهِ السُّفَهَاءَ أَوْ لِيُبَاهِيَ بِهِ الْعُلَمَاءَ أَوْ لِيَصْرِفَ وُجُوهَ النَّاسِ إِلَيْهِ فَهُوَ فِي النَّارِ
Dari Ibnu Umar dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda: “Barangsiapa menuntut ilmu untuk meremehkan orang-orang bodoh, atau untuk mendebat para ulama, atau untuk menarik perhatian manusia, maka ia akan masuk ke dalam neraka.” (HR. At-Tirmidzi).
Di dalam hadis lain, Rasulullah memberi jaminan berupa bonus bagi siapa saja yang meninggalkan debat:
عَنْ أَبِي أُمَامَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَا زَعِيمٌ بِبَيْتٍ فِي رَبَضِ الْجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ الْمِرَاءَ وَإِنْ كَانَ مُحِقًّا وَبِبَيْتٍ فِي وَسَطِ الْجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ الْكَذِبَ وَإِنْ كَانَ مَازِحًا وَبِبَيْتٍ فِي أَعْلَى الْجَنَّةِ لِمَنْ حَسَّنَ خُلُقَهُ
Dari Abu Umamah ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Aku akan menjamin rumah di tepi surga bagi seseorang yang meninggalkan perdebatan meskipun benar. Aku juga menjamin rumah di tengah surga bagi seseorang yang meninggalkan kedustaan meskipun bersifat gurau, dan aku juga menjamin rumah di surga yang paling tinggi bagi seseorang yang berakhlak baik.” (HR. Abu Dawud).
Intinya dalam segala hal kita tidak boleh sombong, karena sombong adalah lawan dari akhlak mulia. Sebagaimana disebutkan dalam hadis:
عَنْ جَابِرٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ مِنْ أَحَبِّكُمْ إِلَيَّ وَأَقْرَبِكُمْ مِنِّي مَجْلِسًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَحَاسِنَكُمْ أَخْلَاقًا وَإِنَّ أَبْغَضَكُمْ إِلَيَّ وَأَبْعَدَكُمْ مِنِّي مَجْلِسًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ الثَّرْثَارُونَ وَالْمُتَشَدِّقُونَ وَالْمُتَفَيْهِقُونَ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ قَدْ عَلِمْنَا الثَّرْثَارُونَ وَالْمُتَشَدِّقُونَ فَمَا الْمُتَفَيْهِقُونَ قَالَ الْمُتَكَبِّرُونَ قَالَ أَبُو عِيسَى وَفِي الْبَاب عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ وَهَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ غَرِيبٌ مِنْ هَذَا الْوَجْهِ وَرَوَى بَعْضُهُمْ هَذَا الْحَدِيثَ عَنْ الْمُبَارَكِ بْنِ فَضَالَةَ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ الْمُنْكَدِرِ عَنْ جَابِرٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلَمْ يَذْكُرْ فِيهِ عَنْ عَبْدِ رَبِّهِ بْنِ سَعِيدٍ وَهَذَا أَصَحُّ وَالثَّرْثَارُ هُوَ الْكَثِيرُ الْكَلَامِ وَالْمُتَشَدِّقُ الَّذِي يَتَطَاوَلُ عَلَى النَّاسِ فِي الْكَلَامِ وَيَبْذُو عَلَيْهِمْ
Dari Jabir bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya di antara orang yang paling aku cintai dan yang tempat duduknya lebih dekat kepadaku pada hari kiamat ialah orang yang akhlaknya paling bagus. Sesungguhnya orang yang paling aku benci dan paling jauh tempat duduknya dariku pada hari kiamat ialah orang yang paling banyak bicara (kata-kata tidak bermanfaat dan memperolok manusia).” Para shahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling banyak bicara itu?” Nabi menjawab: “Yaitu orang-orang yang sombong.” (HR. At-Tirmidzi).
Jadi, hal terpenting dalam menyikapi khilafiyah adalah tetap memperlihatkan dan mempertahankan akhlak yang mulia. Dengan begitu berarti kita telah meneladani Rasulullah karena ia diutus untuk menyempurnakan akhlak manusia.
Misi
Melibatkan Orang tua/wali santri/Orang tua/wali santri dalam mewujudkan Visi Yayasan
Melaksanakan Kurikulum Pendidikan Terpadu Dengan Sistem Berasrama Selama 6 Tahun (tingkat menengah pertama dan atas)
Menanamkan Akhlak Karimah (Qur'ani) Dalam Kehidupan Warga Pesantren
Mengembangkan Minat Dan Bakat Santri
Membudayakan Kerja Inovatif
Mencapai Kemandirian Finansial
Menjadikan Lembaga Lebih Dikenal Masyarakat

"Suasana kekeluargaan, anak lebih santun dan sopan, serta suasana sejuknya mendukung anak saya untuk menghafal Al-Qur'an".
Kesan Keluarga Santriwati
Syakira Azzahra - Kelas IX
Asal Ciawi - Bogor
""Alhamdulillah anak kami menjadi lebih mandiri, lebih dekat dengan Al-Qur'an dan lebih memahami ilmu agama".
Wali Santri
Errina Aulia Hidayat - Kelas IX
Asal Cisarua - Bogor

"Saya memberikan apresiasi yang luar biasa, dilihat dari tempatnya Al-Ma'shum Mardiyah sangat cocok bagi santri khususnya penghafal Al-Qur'an, Santri-santrinya juga ramah dan menjunjung tinggi sopan santun terhadap orang tua".
Kesan Wali Santri Fauzan Attauziri
Asal Sukabumi

